Rabu, 14 April 2010

seputar lensa camera

Bagian paling utama dari sebuah sistem pada kamera adalah lensa. Kualitas hasil foto yang dibuat oleh kamera terlebih dahulu ditentukan oleh faktor lensa yang baik, barulah selebihnya diolah oleh sensor dan sistem prosesor gambar pada kamera. Sayangnya saat seseorang menilai baik tidaknya sebuah kamera, faktor lensa justru jadi unsur yang sering terlewatkan, seakan-akan tiap lensa pada kamera adalah sama saja. Seseorang akan lebih cenderung mengejar resolusi yang tinggi, kemampuan ISO tinggi dan sebagainya daripada mencari tahu seberapa baik lensa yang terdapat pada sebuah kamera. Tidak salah memang, karena resolusi dan ISO adalah faktor yang bisa mengangkat gengsi sebuah kamera, dan jadi hal pertama yang selalu ditanya oleh setiap orang yang melihat kamera kita. Namun setidaknya, dengan mengenal bagaimana lensa yang baik dan apa saja keterbatasnnya, kita bisa lebih mengerti kemampuan dari kamera yang kita miliki.

Sebagai permulaan, baiklah kita mendata terlebih dahulu istilah-istilah yang sering digunakan saat membahas soal lensa pada kamera, supaya memiliki kesamaan persepsi soal istilah ini.

* Panjang fokal (focal length) : Menentukan bidang gambar yang dapat diambil oleh kamera. Untuk mengambil bidang gambar yang luas dan lebar, lensa yang digunakan adalah lensa wide (dibawah 35mm). Untuk mendapat perspektif gambar normal digunakan lensa normal (sekitar 50mm) dan untuk keperluan mengambil gambar yang jauh diperlukan lensa tele (diatas 100mm). Bila lensa hanya memiliki satu jarak fokal saja disebut lensa fix (tetap), sementara bila lensa dapat berubah dari wide hingga tele disebut lensa zoom. Kemampuan zoom lensa diukur dengan membandingkan tele maksimum terhadap wide maksimum, contoh bila lensa zoom dengan spesifikasi panjang fokal wide 28mm dan tele 280mm, maka disebut dengan lensa zoom 10x (atau 280 dibagi 2.
* Kecepatan lensa (lens speed) : Tiap lensa memiliki diafragma yang bertugas mengatur banyaknya cahaya yang bisa melewati lensa. Diafragma bisa membesar dan mengecil sesuai nilai aperture yang ditentukan, dinyatakan dengan nilai f. Untuk memudahkan, ingatlah bahwa bukaan besar memiliki nilai f kecil, dan sebaliknya (bukaan kecil punya nilai f besar). Jadi f/3.5 adalah lebih besar dari f/8. Semakin besar bukaan lensa, semakin banyak cahaya yang bisa dimasukkan melalui lensa, dan memungkinkan pemakaian shutter pada kamera yang semakin cepat. Tiap lensa memiliki bukaan maksimum yang berbeda-beda, bisa amat besar (f/1.4) hingga yang lebih kecil (f/4). Oleh karena itu lensa yang memiliki bukaan besar disebut lensa cepat (bisa memakai shutter cepat) dan lensa yang bukaan labih kecil disebut lensa lambat, karena umumnya sering memaksa kamera memakai shutter yang lebih lambat.
* Ketajaman lensa (sharpness) : Menjadi faktor penentu dari hasil foto yang baik, biasanya tidak ada ukuran pasti soal ketajaman, namun dengan melihat hasil uji dari review kamera/lensa terhadap test chart, bisa diketahui ketajaman sebuah lensa. Lensa yang baik idealnya haruslah memberi ketajaman yang seragam pada seluruh bidang gambar, baik di tengah ataupun di tepi/sudut. Demikian pula ketajaman pada lensa zoom, idealnya harus tetap tajam baik pada saat wide atapun saat tele maksimum.
* Distorsi lensa (lensa distortion) : Adalah suatu fenomena penyimpangan optik yang tidak bisa dihindari karena lensa akan cenderung membengkokkan bidang gambar yang lurus, utamanya saat posisi wide atau tele. Distorsi saat wide biasa disebut barrel distortion (garis lurus menjadi melengkung keluar) dan disaat tele disebut pincushion (garis lurus menjadi melengkung ke dalam). Namun lensa masa kini telah dilengkapi dengan elemen lensa khusus untuk mengurangi cacat lensa yang mungkin terjadi.
* Istilah lain yang biasa dipakai dalam menilai lensa adalah vignetting, purple fringing, lens flare, dan bokeh. Namun pada kesempatan ini saya tidak akan membahas istilah-istilah ini lebih jauh mengingat keterbatasan waktu.

Sebelum membeli sebuah kamera, semestinya seseorang mengenali terlebih dahulu kebutuhan fotografinya sehingga nantinya mendapat kamera yang lensanya sesuai dengan yang dia butuhkan. Berikut adalah beberapa skenario yang biasa terjadi dalam dunia nyata :

* Untuk keperluan sehari-hari, memotret dokumentasi sederhana, foto keluarga : lensa zoom 3x, dengan panjang fokal 35mm hingga 105mm. Inilah panjang fokal lensa yang paling banyak dijumpai pada kamera saku di pasaran. Wide hingga tele dari lensa semacam ini dianggap sudah memenuhi sebagian besar kebutuhan fotografi biasa sehari-hari.
* Untuk pemandangan dan arsitektur : lensa wide (fix atau zoom). Contohnya, kamera saku Sigma DP memiliki lensa wide yang fix, sementara kamera lain yang lensanya wide umumnya bisa di zoom hingga 10x optik. Misalnya, Lumix TZ4 memiliki panjang fokal dari 28mm hingga 280mm. Di pasaran kini mulai banyak kamera dengan lensa wide, meski tidak selalu sama panjang fokalnya. Umumnya adalah di 28mm, meski ada pula yang 30mm atau bahkan 24mm.
* Untuk kebutuhan foto jarak jauh, pecinta burung, dan yang suka memotret diam-diam dari jauh : lensa tele yang umumnya dijumpai di kamera prosumer / super zoom. Biasanya kamera dengan lensa panjang memiliki tele maksimum diatas 300mm, bahkan ada yang diatas 500mm. Bila anda jumpai kamera dengan zoom optik 10x, 12x, 15x bahkan hingga 20x zoom, itulah contoh kamera yang punya kemampuan lensa tele.
* Untuk kebutuhan shutter speed tinggi, atau pemakaian di tempat kurang cahaya : lensa cepat dengan bukaan diafrgama maksimal diatas f/2.8. Atau lensa zoom yang memiliki bukaan diafragma maksimal konstan (seperti pada lensa Lumix FZ20). Perlu diingat bahwa lensa cepat semacam ini cukup jarang dijumpai, karena desainnya yang sulit dan biaya produksinya yang tinggi. Sebaliknya, kini banyak dijumpai kamera baru dengan lensa lambat dengan bukaan diafragma dimulai dari f/3.5 yang cukup mengecewakan.

Setelah seorang calon pembeli kamera memahami kebutuhan fotografinya dan memilih lensa (kamera) yang disukainya, barulah dia dapat bereksplorasi lebih jauh akan lensa (kamera) yang dimilikinya itu. Dalam pelaksanaannya, bisa jadi akan ada kekaguman atau bahkan mungkin kekecewaan akan kinerja optik dari lensanya. Namun jangan dahulu anda merasa menyesal bila hasil fotonya ternyata tidak memuaskan, bisa jadi anda terlalu memaksakan lensa kamera anda melebihi batas kemampuannya. Setidaknya, kenali dahulu beberapa fakta soal lensa berikut ini :

* Lensa memiliki banyak elemen di dalamnya. Semakin banyak elemen, jalur lintasan cahaya akan makin rumit dan cenderung menurunkan kualitas dan ketajaman lensa. Maka itu tidak ada dalam sejarah lensa zoom bisa menyamai ketajaman lensa fix, karena banyaknya elemen yang dimiliki sebuah lensa zoom.
* Lensa wide akan selalu mengalami penyimpangan/distorsi. Untuk itu jangan paksakan memakai lensa wide untuk memotret wajah orang, karena nanti akan tampak bulat dan gendut. Juga hindari memakai lensa wide untuk memotret garis yang lurus.
* Ketajaman lensa tidak selalu sama. Bayangkan, ketajaman lensa akan berkurang saat diafragma dibuka maksimal atau dikecilkan minimal (efek difraksi lensa). Lensa zoom pun akan mengalami penurunan ketajaman saat dipakai di posisi tele. Untuk mendapat ketajaman terbaik, gunakan panjang fokal wide hingga normal, dan gunakan nilai diafragma tengah-tengah (sweet spot) sekitar f/5.6 hingga f/8.
* Bagian tengah lensa selalu lebih tajam dari bagian tepi / sudut. Lensa yang baik memiliki ketajaman yang masih lumayan baik di sudutnya, dan lensa yang buruk akan mengalami penurunan ketajaman yang parah di bagian sudutnya, istilahnya corner blurriness. Namun mengingat sebagian besar objek foto berada di bagian tengah, maka (untungnya) jarang ada orang yang mengamati detil sudut dari sebuah foto.
* Bukaan diafragma maksimal pada lensa zoom bisa berubah. Demi menghindari desain lensa yang rumit, lensa zoom memiliki kekhasan tersendiri dengan bukaan diafragma maksimal yang berbeda pada panjang fokal yang berbeda. Perhatikan tulisan pada lensa, contohnya lensa 35-105mm f/2.8-4.5 artinya “pada posisi wide 35mm, bukaan maksimalnya adalah f/2.8, sementara pada posisi tele maksimum 105mm, bukaan maksimalnya turun hingga f/4.5“
* Lensa super zoom banyak mengalami kompromi. Awalnya tidak ada lensa yang memiliki rentang fokal ekstrim, yang bisa mengakomodir kebutuhan wide 26mm hingga tele 520mm dalam sebuah lensa. Namun kebutuhan pasar dan persaingan antar merk akhirnya menjadikan produsen terpaksa membuat lensa yang serba-bisa (sapujagad) seperti Olympus SP 570 dengan 20x zoom. Lensa semacam ini banyak menembus batas-batas teori fisika optik, dengan mengorbankan kualitas dan ketajaman, demi memenuhi ambisi mendapat predikat all-in-one lens. Menurut saya, lensa super zoom 10 hingga 12 x sudah cukup berimbang antara kemampuan tele dan kualitas, sementara lensa 15x, 18x dan 20x tampaknya terlalu memaksakan diri dan hanya untuk mereka yang berambisi memiliki lensa amat panjang.

Terakhir, ijinkan saya memberi sedikit masukan bagaimana kiat memilih kamera saku berdasarkan kualitas lensanya. Setidaknya, bagi anda yang selama ini berniat membeli kamera saku, dapat memiliki gambaran bagaimana cara menilai lensa pada kamera.

* Jangan ambisius. Tidak ada yang salah dengan kamera berlensa zoom 3x, meski akan lebih menyenangkan bila memiliki kamera yang lensanya bisa zoom hingga 6x atau bahkan lebih. Kembali ke kebutuhan anda sajalah, dengan menyadari prinsip semakin panjang zoomnya, semakin rumit elemen lensanya, semakin besar kemungkinan penurunan ketajamannya. Bila ingin membeli kamera yang zoomnya di atas 10x, pastikan anda telah membaca reviewnya, melihat sampel fotonya dan merasa puas dengan ketajaman lensanya.
* Lebih wide lebih baik. Ini mungkin agak subjektif, tapi percayalah, akan lebih menyenangkan memiliki lensa wide daripada lensa tele. Dalam beberapa hal, anda bisa berusaha ekstra untuk mendapat hasil foto seperti lensa tele (seperti mendekat ke objek atau melakukan cropping), namun untuk mendapat hasil foto yang terkesan luas (dan dramatis) hanya bisa dilakukan memakai lensa wide. Carilah kamera yang lensanya dimulai dari wide 28mm dan setidaknya telenya berakhir di 85mm.
* Lebih cepat lebih baik. Simpel saja, hindari lensa yang bukaan maksimalnya lebih kecil dari f/2.8. Saat kamera anda memiliki lensa lambat, anda akan sering menaikkan ISO dan akan berakibat banyak noise pada foto. Untuk itu perhatikan tulisan pada lensa, yang menyatakan berapa bukaan maksimumnya. Misalnya, lensa yang tergolong cepat adalah seperti ini : f/2.7-3.5 (pada Canon S5 IS). Sayangnya banyak produsen kamera yang tidak gentle dengan tidak menuliskan spesifikasi diaframa maksimum pada lensanya, seperti Kodak, Pentax dan Samsung. Jadi bila anda ditawari kamera berlensa f/3.5-5.6, anda boleh saja berkata : tidak.
* Banyak bonus lebih baik. Beberapa lensa diberi bonus elemen khusus seperti stabilizer optik, lensa Asperical dan lensa Low Dispersion. Bonus ini bisa mengurangi distorsi, mencegah purple fringing dan menjaga kontras serta ketajaman. Sayangnya lensa dengan bonus elemen Low Dispersion ini agak jarang (pada sebagian jajaran kamera Nikon Coolpix, lensa yang ditandai dengan kode ED menandakan adanya bonus elemen low dispersion).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2010 kapokgrafer | Design : kapokgrafer.com